Minggu, 23 Maret 2014

bidara

78POHON BIDARA ADALAH BATAS LANGIT
Sidrotul Muntaha adalah sebuah pohon sidr/ sidroh/ bidara yg menandai akhir langit ke tujuh, sebuah batas dimana makhluq tidak dapat melewatinya.
Berasal dari kata Sidroh & Muntaha.
Sidroh artinya pohon bidara.
Muntaha artinya tempat berkesudahan (puncak ketinggian).
Sidrotul muntaha berarti pohon bidara tempat berkesudahan (pohon bidara sebagai puncak ketinggian langit ke tujuh).
Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia & merupakan tempat diputuskannya segala urusan yg naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yg turun dari atasnya.
Sidrotul muntaha digambarkan sebagai pohon bidara yg sangat besar, tumbuh mulai langit keenam hingga langit ke tujuh.
Dedaunannya selebar telinga gajah & buah-buahannya sebesar tempayan besar.
Sidrotul muntah? adalah sebuah pohon yg terdapat di bawah ‘Arsy ALLOH, pohon tersebut memiliki daun yg sama banyaknya dgn sejumlah makhluq ciptaan ALLOH.
POHON BIDARA DI SURGA
ALLOH berfirman,
“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yg tidak berduri.”
{Q.S. al Waqi’ah (56): 27-28}
DZAT ANWATH ADALAH POHON BIDARA
Abu Waqid al Laitsi (al Harits bin ‘Auf – wafat th. 68 H) berkata,”Kami pergi keluar bersama RosuluLLOH ShollaLLOOHU 'Alaihi Wa sallam menuju Hunain. Waktu itu kami baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam). Ketika itu orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon bidara disebut Dzat Anwath. Mereka selalu mendatanginya & menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu.
Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kamipun berkata, ‘Wahai RosuluLLOH, buatkanlah untuk kami Dzat Anwath sebagaimana mereka mempunyai Dzat Anwath.’ Maka RosuluLLOH ShollaLLOOHU 'Alaihi Wa sallam bersabda, "ALLOOHU Akbar. Itulah tradisi (orang-orang sebelum kalian). Demi ALLOH yg diriku hanya berada di tangan-NYA, kamu benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yg dikatakan oleh Bani Isroil kepada Musa, “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan.” Musa menjawab, “Sungguh, kamu adalah kaum yg tidak mengerti.” (Q.S. al A’roof (7): 138). Kamu benar-benar mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu."
{H.R. at Tirmidzi 2180, an Nasa-i – Al Kubro 11185, Ahmad 5/218, Ibnu Hibban 6720, Abu Ya’la 1441, Ibnu Abi Syaibah 15/101, ath Thobroni – Al Kabir 3290, shohih}
LARANGAN MENEBANG POHON BIDARA
Syaikh Salim bin 'Ied al Hilali, dalam kitab al Manaahisy Syar'iyyah fii Shohiihis Sunnah an Nabawiyyah (Ensiklopedi Larangan menurut al Qur-an & as Sunnah - Pustaka Imam as-Syafi'i, 2006, hlm. 3/308-309) berkata:
RosuluLLOH ShollaLLOOHU ‘Alaihi Wa sallam bersabda, "Sesungguhnya orang yg menebang pohon bidara akan dituang api neraka di kepalanya."
{H.R. al Baihaqi 4/117, dari ‘Aisyah RodhiyaLLOOHU ‘Anhuma, shohih}
RosuluLLOH ShollaLLOOHU ‘Alaihi Wa sallam bersabda, “ALLOH akan menuangkan (air panas) ke atas kepala penebang pohon bidara di dalam Neraka."
{H.R. al Baihaqi 6/141, Mu’awiyah bin Haidah RodhiyaLLOOHU ‘Anhu)
Kandungan Bab:
1. Harom hukumnya menebang pohon bidara.
2. Para ‘Ulama berselisih pendapat tentang larangan menebang pohon bidara kepada beberapa pendapat:
1. Abu Dawud berkata, "Hadits ini cukup ringkas. Artinya barangsiapa menebang pohon bidara yg tumbuh di padang pasir tempat berteduh para musafir & hewan ternak, tanpa ada kemaslahatan sedikitpun maka ALLOH akan menuangkan air panas ke atas kepalanya di Neraka nanti."
2. Ath Thohawi berpendapat, "Bahwa hadits ini mansukh, sebab Urwah bin az Zubair salah seorang perawi hadits ini pernah menebang pohon bidara untuk diolah menjadi beberapa pintu." (lihat Musykilul Aatsaar (VII/427))
Diriwayatkan dari Hasan bin Ibrohim, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Hisyam bin Urwah tentang hukum menebang pohon bidara. Pada saati itu ia sedang bersandar pada kayu milik Urwah & berkata, 'Tidakkah engkau perhatikan pintu-pintu & kusen-kusen ini?' Pintu & kusen ini terbuat dari pohon bidara milik Urwah. Dahulu Urwah menebang pohon tersebut yg tumbuh di tanahnya & berkata, 'Tidak mengapa menebang pohon bidara'."
{H.R. Abu Dawud (5241)}
Ath Thohawi berkata, "Urwah seorang yg jujur & memiliki ilmu yg dalam tidak mungkin meninggalkan hadits yg ia ketahui shohih dari Nabi ShollaLLOOHU ‘Alaihi Wa sallam, kemudian meng’amalkan sesuatu yg bertentangan dgn hadits tersebut, kecuali jika memang demikian hukumnya. Jadi jelaslah apa yg kita sebutkan tadi bahwa hadits ini sudah dimansukhkan."
3. Maka larangan tersebut adalah pohon bidara yg tumbuh di tanah harom. Pendapat ini dipegang oleh as Suyuthi dalam kitab Raf'ul Khudr'an Qat'is Sidr (II/57). Ia berkata, "Menurutku makna yg terkuat adalah larangan menebang pohon sidr yg ada di tanah harom sebagaimana yg tercantum dalam riwayat ath Thobroni."
Syaikh kami (Muhammad Nashiruddin al Albani) menyetujui pendapat as Suyuthi tersebut di dalam kitabnya Silsilah al Ahaadits ash Shohiihah (II/177).
Saya katakan, "Dalam riwayat ath Thobroni di dalam al Ausath (2441) pada hadits ‘Abdulloh bin Hubasyi, 'Yakni pohon bidara yg tumbuh di tanah haram.' Tambahan ini dishohihkan oleh syaikh kami dalam Silsilah al Ahaadits ash Shohiihah (614).
Oleh karena itu mengartikan hadits seperti yg tercantum dalam riwayat tambahan tersebut lebih dikedepankan.
Adapun pernyataan mansukh adalah pernyataan yg keliru. Sebab yg dijadikan hujjah adalah hadits yg diriwayatkan Urwah bukan pendapat atau hasil ijtihadnya.
Kemudian dianalogikan dgn pohon bidara yg tumbuh di padang pasir tempat berteduhnya para musafir & binatang ternak, ALLOHU A'lam."
DAUN BIDARA & MEMANDIKAN JENAZAH
Ummu ‘Athiyyah RodhiyaLLOOHU ‘Anha berkata, “Nabi ShollaLLOOHU ‘Alaihi Wa sallam pernah menemui kami sedangkan kami kala itu tengah memandikan puterinya (Zainab), lalu Beliau bersabda, ‘Mandikanlah dia tiga, lima, (atau tujuh) kali, atau lebih dari itu. Jika kalian memandang perlu, maka pergunakan air & daun bidara. (Ummu ‘Athiyyah berkata, ‘Dengan ganjil?’ Beliau bersabda, ‘Ya.’) & buatlah di akhir mandinya itu tumbuhan kafur atau sedikit darinya.”
{H.R. al Bukhori 3/99-104, Muslim 3/47-48, Abu Dawud 2/60-61, an Nasa-i 1/266-267, at Tirmidzi 2/130-131, Ibnu Majah 1/445, Ibnul Jarud 258-259, Ahmad 5/84-85, 4076-4078, Syaikh al Albani – Hukum & Tata Cara Mengurus Jenazah hal 130-131}
DAUN BIDARA & WANITA HAIDH
‘Aisyah secara marfu’, “Salah seorang di antara kalian (wanita haidh) mengambil air yg dicampur dgn daun bidara lalu dia bersuci & memperbaiki bersucinya. Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya seraya menggosoknya dgn gosokan yg kuat sampai air masuk ke akar-akar rambutnya, kemudian dia menyiram seluruh tubuhnya dgn air. Kemudian dia mengambil secarik kain yg telah dibaluri dgn minyak misk lalu dia berbersih darinya.” ‘Aisyah berkata, “Dia mengoleskannya ke bekas-bekas darah.” (H.R. Muslim no. 332 dari ‘Aisyah)
DAUN BIDARA & RUQYAH
Daun bidara sangat efektif untuk membantu proses penyembuhan penyakit karena gangguan jin. Ulama Wahab bin Munabih menyarankan untuk menggunakan tujuh lembar bidara yg dihaluskan. Kemudian dilarutkan dalam air & dibacakan ayat Kursi, surat al Kafirun, al Ikhlash, al Falaq & an Naas. (Boleh juga dibacakan ayat-ayat al-Qur'an lainnya) Lalu dipergunakan untuk mandi atau diminum. (lihat Mushannaf Ma'mar bin Rasyid 11/13)
Menumbuk tujuh helai daun pohon Sidr (daaun bidara) hijau di antara dua batu atau sejenisnya, lalu menyiramkan air ke atasnya sebanyak jumlah air yg cukup untuk mandi & dibacakan di dalamnya ayat-ayat al Qur-an. Setelah membacakan ayat-ayat tersebut pada air yg sudah disiapkan tersebut, hendaklah dia meminumnya sebanyak tiga kali, & kemudian mandi dgn menggunakan sisa air tersebut.
Dengan demikian, insya ALLOH penyakit (sihir) akan hilang. & jika perlu, hal itu boleh diulang dua kali atau lebih, sehingga penyakit (sihir) itu benar-benar sirna. Hal itu sudah banyak dipraktekkan, & dgn izin-NYA, ALLOH memberikan manfaat padanya. Pengobatan tersebut juga sangat baik bagi suami yg tidak bisa berhubungan badan karena terkena sihir.
POHON BIDARA DI DUNIA
Kandungan Hasil analisis di India (angka, pertama) & di Thailand (dalam kurung) merupakan komposisi per 100 g bagian yg dapat dimakan: air 86 (71,5) g, protein 0,8 (0,7) g; lemak 0,1 (1,7) g; karbohidrat 12,8 (23,7) g; Ca 30 (30) m, P 30 (30) mg, vitamin A 70 (50) SI, vitamin C 50-150 (23) mg. Nilai energinya 230 (470) kJ/100 g.
Deskripsi Berperawakan pohon atau perdu yg menyemak, tingginya mencapai kira-kira 15 m, tumbuh tegak atau menyebar dgn cabang-cabangnya yg menjuntai; letak rantingnya simpangsiur, berbulu kempa; penumpunya berduri, menyendiri & lurus (berukuran 5-7 mm) atau berbentuk dimorfik berpasangan, cabang yg kedua lebih pendek & melengkung, duri kadang-kadang tidak ada; pohonnya selalu hijau atau setengah meranggas.
Daunnya tunggal, letaknya berselang-seling, berbentuk bundartelur-jorong sampai bundar-telur-lonjong, berukuran (2-9) cm x (1,5-5) cm, tepinya sedikit beringgit atau rata, berkilap & tak berbulu pada lembaran sebelah atasnya, berbulu kempa yg rapat, berwarna putih pada lembaran sebelah bawahnya, dgn 3 tulang daun membujur yg nyata; tangkai daunnya 8-15 mm panjangnya. Perbungaannya muncul dari ketiak daun, berbentuk payung menggarpu, panjangnya 1-2 cm, tersusun atas 7-20 kuntum bunga; gagang perbungaan panjangnya 2-3 mm;
bunganya berdiameter 2-3 mm, berwarna kekuningan, sedikit harum, gagang bunganya 3-8 mm panjangnya; daun kelopaknya bercuping 5, berbentuk delta, bagian luarnya berambut, bagian dalamnya gundul; daun mahkota 5 helai, sedikit berbentuk sudip yg cekung, terlentik; benang sarinya 5 utas; bakal buahnya beruang 2, tangkai putiknya bercabang dua, cakramnya bercuping 10 atau beralur-alur. Buahnya bertipe buah batu, berbentuk bulat sampai bulat telur,
dapat mencapai ukuran 6 cm x 4 cm untuk yg dibudidayakan, & umumnya jauh lebih kecil untuk yg liar; kulit buahnya halus atau kasar, berkilap, tipis tetapi liat, berwarna kekuningan sampai kemerahan atau kehitaman; daging buahnya berwarna putih, mengeripik (crisp), banyak mengandung sari buah, rasanya agak asam sampai manis, menjadi menepung pada buah yg matang penuh. Bijinya terletak dalam batok yg berbenjol & beralur tidak beraturan, yg berisi 1-2 inti biji yg berwarna coklat.
MANFAAT & KHASIAT POHON BIDARA
Buah bidara dari kultivar unggul dapat dimakan dalam keadaan segar, atau diperas menjadi minuman penyegar, juga dikeringawetkan, atau dibuat manisan. Di Asia Tenggara, buah yg belum matang dimakan bergara,m. Pernah dilaporkan bahwa buah bidara juga direbus & menghasilkan sirop.
Di Indonesia, daun mudanya diolah sebagai sayuran; daun-daunnya dapat pula dijadikan pakan. Di India, pohon bidara merupakan salah satu dari beberapa jenis tanaman yg digunakan untuk pemeliharaan serangga lak; ranting-ranting yg terbungkus oleh sekresi serangga itu dipungut untuk diproses menjadi sirlak.
Kulit kayu & buahnya menghasilkan bahan pewarna. Kayunya berwarna kemerahan, bertekstur halus, keras, & tahan lama, & digunakan sebagai kayu bubut, alat rumah tangga, & alat-alat lain. Buah, biji, daun, kulit kayu, & akarnya berkhasiat obat, terutama untuk membantu pencernaan & sebagai tapal untuk luka.
Di Jawa, misalnya, kulit kayunya digunakan untuk menyembuhkan gangguan pencernaan, sedangkan di Malaysia bubur kulit kayunya dapat dimanfaatkan untuk obat sakit perut.
sumber : http://daunbidara.blogspot.com/2012/09/gambar-daun-bidara-daun-bidara.html
Berbagai macam Kemasan produk Daun Bidara bisa anda dapatkan di link berikut :
1. Kapsul Daun Bidara Prima
2. Ar-Ruqyah (Bidara Arab, Habasyi Sauda, Pegagan)
3. Serbuk Daun Bidara 250 gram (curah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar